Rabu, Mei 14, 2025
ArtikelPusdiklatcab

Pramuka Produktif Menuju Indonesia Maju

Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar

Ciut rasa nyali melihat jalan turunan berbatu. Sesekali tengadah melihat berjajar pakis bak permadani menghiasi. Licin batu cor berlumut membuatku takut. Dari kejauhan hamparan pasir dan batu lava semeru terlihat jelas membentang luas. Aku yang sederhana ingin belajar bersama dengan “mereka” calon pembina. Hem… tekat kuat ingin menebar jantung yang berdegub kencang keriangan. Hati yang tersentuh melihat binar mata yang berkobar disisa perhelatan sejarah dunia. PW ASPAC DAN COMDECA yang menggemparkan dunia pada masanya akan bangkit kembali. Desiran mimpi itu menghiasi rasa dan suasana saat itu. Wajah-wajah di sana saat pertama berjumpa menggambarkan ceriah namun juga marah “mencela” . Kami pun tetap tersenyum sabar menerima. Binar mata ketidak tahuan menantang kami untuk mengubahnya. Merubah cara pandangnya, mengubah sudut interpretasinya. Yakinkan Gerakan pramuka tak sama dengan yang lainnya. Satu hari berlalu.. dan cercaan berbuku-buku. Bahkan cuitan bertalu. “Aku ini manusia bukan robot” tugas berjubel membabi buta. “Ini salah siapa?” Kata mereka. Diam dan bersabar selalu menerima untuk semua. Karena kami sadar mereka belum bisa menerima. Dan hari kedua suasana mulai mencair saat bunyi peluit meraja lela. Ada senyum bertanya-tanya di hati mereka. “Apa-apan ini?” Kata mereka. Suasana bercampur susah senang dan lain sebagainya. Tak terasa hari ke tiga senam pagi mencairkan suasana. Canda tawa dengan teman baru mulai membahana. Tak terasa waktu mengubah paradigma. Sinar matahari, suhu naik drastis sempat menyentuh kulit kita. Bahkan tengah malam hujan begitu lebat menciutkan nyali kami. Lebak harjo adalah lembah yang mungkin siap menggulung kita. Tapi sekali lagi wulung dan kobaran lidah apinya tak menyurutkan niat kami untuk berbagi. Wajah kaku diawal kita bertemu tiba-tiba tersenyum simpul. “Ada apa dengan kami?”. Kata mereka. Di saat itu tertawa kecil disudut hati ini ikut bangga. Siaga, penggalang dan penegak juga sama mengalaminya. Salah satu cerita indah aku dengar tidak sengaja dari salah satu peserta. “Diawal saya berangkat saya membencinya dan memaki-maki yang memberangkatkan saya, tapi semakin kesini saya menikmatinya”. Aku pun tersenyum mendengarnya. Bisik hatiku … “yes… aku berhasil menggiringnya”. Gumamku. Tiba saatnya kubuka satelit yang menampakkan bukit dan berlembah sebagai sejarah dunia. Iya PW-ASPAC Lebakharjo dan segala kebesarannya menyibak tirai masalalu dengan segala keunikannya. Rindang pohon beringin yang menyejukkan hati. Hamparan luas sawah yang memanjakan mata siapa saja. Kulihat dua kerbau pekerja saling berbisik mesra. “Siapa itu? Kata kerbau yang sedari tadi sibuk mengunyah rumput yang subur di depannya. “Itu..orang pramuka yang lagi latihan sandi”. Kata kerbau satunya, sambil tiduran mengunyah kembali rumputnya. Gelak tawa kecil hati ini menyaksikan keduanya. Sesaat kemudian ku masuk ke prasasti yang di bubuhi tanda tangan pak Suharto.

Di sini kau berbakti
Di sini kau mengabdi
Di sini kau bina perdamaian dunia

Lebakharjo 18 Juni 1978
Presiden Republik indonesia

SOEHARTO

Prasasti Lebakharjo

bergetar rasa hati ini. “Dik tolong putarkan youtube lagu Lebakharjo” siap kung syran.. ! kataku sambil mencari di gawai yang beliau sodorkan. Merdu alunan nada yang siapa penciptanya aku tak tau. Soalnya aku belum lahir saat itu. Mata berkaca-kaca mendengarkan sejarah singkat indahnya lebakharjo.

Memori Lebakharjo

Di saat ku kenang oh tentang kisahmu
Dari dulu hingga sekarang
Ku terharu lantas tersenyum hanya untukmu
Oh indahnya lebakharjo

Hutan bukit sawah luas memhampar hijau
Menambah indah panoramamu
Burung-burung pun berkicau bernyanyi riang
Oh indahnya Lebakharjo

PW Aspac serta Comdeca menunjukkan
Semangat panjang pembangunanmu
Kami Pramuka selalu menyertaimu
Oh indahnya Lebakharjo

Ya Allah… sungguh akupun ikut merasakan begitu indahnya alam lebakharjo dan di seiap rumah penduduknya ada Dasa darma dan tri satya menempel di sebelah pintu berbingkai indah. Senyum bahagia mulai berkembang diantara peserta kursus mahir dasar saat itu. Bahkan ada yang tersenyum manja. Mungkin saat itu mereka lupa jati dirinya seorang guru. Sesaat mungkin mereka merasa pelaku sebenarnya (peserta didik) . “Tunggu sebentar lagi kalian akan terkesima melihat “media” yang kami punya. Peserta makin larut dan indah terbawa suasana. Semula benci yang berangsur bahagia. Hari berikutnya tibalah saat berkemah dan berpetualang menjelajah indahnya sudut lebakharjo dan segala keramahan yang khas suasana pedesaan. Semua membungkam asumsi-asumsi yang negatif selama ini. Mereka rindu untuk dikunjungi. Mereka sangat bahagia melihat kami.

Malam itu aku mempersiapkan peta pengemaraan untuk media pembelajaran peserta dan sampai telelap kecapek an tak sengaja. Adzan berkumandang “subuh …hemm tak terasa tidurku begitu pulas. Kuselesaikan peta dengan segala ornamen kecil berlian dan harta karun kutebar untuk di jelajahinya. “Tuiiiiiiiit……. !” Peluit serang kubunyikan memanggil peserta. Sejurus kemudian peserta berkumpul dengan segala perlengkapannya. Satu persatu kupandang wajah garang mereka penuh semangat. Binar mata tak bisa membohongi bahwa mereka siap dengan segala konsekwensinya. Tongkat tali dan perbekalan yang cukup sudah dibawa mereka. Derap langkah melewati rerumputan yang luas dan sepanjang jalan mereka menulis pengalaman indah bertemu masyarakat yang mempunyai keahlian-keahlian yang tidak semua orang punya. Dari soal membuat bumbu “kluwek” (bumbu rawon) dan usaha-usaha lainnya. bahkan ada pengusaha fiber yang mereka wawancarai dengan senang hati memberikan ilmunya (kewirausahaan dengan tema “Pramuka produktif menuju indonesia maju). Ragam keterampilan dilahap oleh peserta. “Lanjutkan perjalanan! Kataku penuh motivasi. Peluh yang menetes mengisyaratkan kelahan mereka yang terbayar dengan segudang ilmu. “Waw… Jembatan dari PW Aspacyang membentang siapapun akan terkenang olehnya… jembatan bersejarah jalan tembus mempersingkat waktu menuju tugu Comdeca 93. Sungguh saya semakin terkesima melihatnya. Tak henti-henti kami bersyukur masih bisa melihat sisa sejarah perhelatan akbar ada di Indonesia dan dengan bangga terletak Di Desa Lebakharjo Kab. MALANG. Tibalah beberapa saat peserta di tugu comdeca dan dengan lantang peluitku berbunyi Tuiiiiiit…… “awas ….. air bah dari atas….. ada irang hanyuut…. ! Peserta sejurus kemudian merapat pada kami. Dengan intruksi kami mereka sudah memakai peralatan repling dan water rescue. Turun dari jembatan untuk misi penyelamatan orang hanyut. Dan misi berhasil. Bahagia dan bangga nampak dari guratan- guratan wajah mereka, meski sesekali mereka mengusap peluh yang bercucuran.

Tiba saatnya mendirikan bivak dan masak rimba. Penuh canda api yang sudah membara tersiram air dari nesting yang miring. Gelak tawa menggema diantara lelah. Waktu begitu cepat. Hari Jumat … kami harus ibadah, kebetulan tugu Comdeca tak jauh dari masjid. Suhu yang panas hampir saja membuat kami lelah. Dan sejenak ku bersandar di salah satu sudut masjid itu. Sesaat kemudian bersih diri dan melaksanakan ibadah. Tak sengaja selepas ibadah kita disapa sama pengurus masjid. “Bapak dari mana?” Tanya beliau. Satu persatu kami memperkenalkan diri. “Saya tadi kaget kok ada pramuka, sudah sekian lama tidak ada pramuka di sini”. Terkejut hati ini begitu lama lebakharjo tak tersentuh lagi. Ada hal lain yang mematahkan lamunanku kata-kata bapak itu membuatku bergetar dan terharu. Sudut mata ini tak kuat untuk menahan derai airmata. “Untuk pramuka jangankan tengah malam kita dibangunkan untuk membantu pramuka bahkan setiap saat kami selalu siap selalu ada”. Kata-kata itu begitu menyentuh kami. “Sekali lagi saya meskipun tua masih mau memakai kacu MERAH PUTIH demi PRAMUKA. “Karena pramuka telah merubah semuanya di desa Lebakharjo, dari mulai listrik masuk desa dan dengan segala perubahannya”. Kulihat bapak tua itu bahkan mungkin umurku tak ada separo dari umurnya. Ya Allah maafkan kami pak. Kami generasi muda harusnya mencontoh semangat bapak. Ah…. aku begini saja lelah…. lemah… gumamku. Sejurus kemudian kami kembali ke bumper Comdeca. Kulihat hidangan sudah di siapkan sama peserta. Waaw…. aku jadi terpesona melihat hidangan yang dihasilkan dari masak rimba. “Kereeen… siapa yang masak? Tanyaku … “saya kak dan teman-teman. ” wah layak mendapat TKK memasak.” Kataku. Dengan wajah yang berbinar-binar kak Upit menyambut tanda pengahrgaannya dan bahkan saat sebelumnya mereka semua malakukan simulasi pelantikan Bantara. Tibalah saat yang mendebarkan mereka akan mencari harta karun yang terpendam. Sekian lama berproses menjadi penegak bantara mereka melanjutkan pencarian jati diri seorang penegak. Peluit panjang berbunyi dan mereka berhamburan sesuai petuntuk koordinat yang telah kami tentukan. “Satu… dua… tiga… segera menuju ke sumber suara. Dari kejauhan ada salah satu peserta berteriak “aku berhasil…. Merdeka…! . Tubuh gempal langsubg menghadapku. “Kak saya siap dilantik. Dengan bangga kami siap melantik. Aku (sobron) sebagai pendamping kanan kak mustafa pendamping kiri kak syran berperan sebagai pembina. Dan saat wejang alit diutarakan wajah sembab peserta tiba-tiba… mulai berkaca-kaca dan tak kuasa menahan tangis. Kamipun demikian tak kuasa menahan tangis keharuan. Sungguh kami menjadi saksi berprosesnya dari nol (salah satu peserta menyebutnya begitu) sampai akhirnya benar menikmati proses pendidikan itu. Perjalanan belum habis mereka melanjutkan perjalanan panjang menuju bumper utama dan melanjutkan belajarnya. Naik perbukitan dan turun menyebrangi sungai dan masih banyak lagi yang mereka alami. Mungkin jika mereke membuat buku, sudah bejilid-jilid. Senja tiba mereka menurunkan bendera. Dan mempersiapkan api unggun untuk acara puncaknya. Aku tak menyangka antusias warga melihat kami di lapangan. Konon lapangan itu untuk Helipad turunnya Presiden Republik Indonesia Soeharto dalam acara PW-ASPAC. Bahkan saat peserta penggalang memperagakan gerakan melingkar mengucap dasa dharma tiba-tiba ibu-ibu sudah sepuh melanjutkan ucapan dasa dharma. ” Patriot yang sopan dan kesatria, patuh dan suka bermuayawarah”. Diucapkan urut , saya benar-benar takjub ruh pramuka masih ada di Lebakharjo. Dan ku tak kuasa menahan tangis. Ada bapak-bapak tua yang duduk (di gundukan tanah berdekatan dengan acara api unggun) dengan ibu itu yang kemudian aku tau itu suaminya. “Loh sek apal ta dasa dharma ? Beliau langsung menjawab. “Yo apal ta wong aku pramuka !” Miris hati ini . Aku masih ingat kata-kata kak syaiful sahabat saya. “Ingat jiwa pramuka (didikan) yang sebenarnya orang-orang sini masih ada dan tidak berubah sejak comdeca 93. Itu yang membuat saya semakin takjub. Acara api unggun mengalir begitu saja dan banyak sekali animo masyarakat menontonnya. Seakan mereka benar- benar rindu dengan masa-masa indah di masa lalu. “Tuiiiiiit…. peluitku berbunyi, itu panggilan khusus peserta penegak. Sejurus kemudian mereka hadir. “Siap kak! Dengan tegas mereka memenuhi panggilan saya. “Upacara pelepasan penegak segera kami laksakakan apakah sanggup?”. Dengan tegas mereka menjawab “sanggup!!”. “Baik kakak akan mengantar sampai ke ujung jalan itu, kemudian lakukan perjalanan sucimu. (Renungan). Tibalah saatnya mereka melepas segala dunia kepenegak an dan mencajdi seorang pembina. Temaram cahaya lilin-lilin kecil menyambut mereka dan ucap janji mereka mengabdi kepada IBU Pertiwi dikumandangkan. Dengan segenap hati mereka bersungguh sungguh mengamalkan ilmunya. Kami hanya bisa berdoa semoga mereka menjadi pembina-pembina yang handal dan berdayaguna.
Esok tlah tiba. Saatnya mereka mempraktikkan membina dan senjatanya berbagai metode kepramukaan mereka tunjukkan. Bahkan golongan penegak kebetulan pesertanya sedikit namun kesannya sangat banyak melebihi peserta lain. Pasalnya materi – materi yang di sajikan menenggelamkan kami dan tak berani menghentikan penampilannya. Ah….. kakak memang luar biasa. Tibalah saat kita berpisah … sepertinya cuaca sangat terik. Namun mendung bergelayud di wajah-wajah peserta dan kami. Maksud hati tak ingin berpisah, tapi…kami harus kembali. Tangispun pecah diacara penutupan itu. Pesan kami.
“wahai pembina harta terindah adalah keluarga
Harta terindah adalah peserta didik (laborat hidup)
Bukan ijazah, tapi bagaimana kakak mengaplikasikannya terhadap kehidupan sehari-hari”. Kegiatan kami akhiri dengan foto bersama…
Ada cerita unik menutupnya. Saat aku packing tiba-tiba peserta penegak menghampiri memberikan hasil bumi untuk kami. Dan panitia pun memberikan oleh-oleh pisang khas Lebakharjo. Duh …. apa sepeda bututku kuat ya membawanya. Gumamku. Tiba-tiba kak syaiful sahabatku mengatakan. “Nggak boleh nolak.. pemberian.” Dengan sigap kak mustofa mengikat karung yang berisi pisang dan lain-lain. Hem…. bisa ya saya naik ke atas…. bismillah. Sungguh kenangan yang luar biasa. Pengalaman membangkitkan jiwa-jiwa yang tidur untuk bangun dan berbakti kembali untuk negeri tercinta Indonesia. (master brown)

Foto Bersama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *